Jakarta, Jubi – Gerakan Papua Itu Kita menuntut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melanjutkan penyelidikan terkait kasus B...
Jakarta, Jubi – Gerakan Papua Itu Kita menuntut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melanjutkan penyelidikan terkait kasus Biak Berdarah pada Juli 1998. Sebanyak 32 orang ditemukan tewas dan terdampar hingga di perairan Papua Nugini (PNG).
Gerakan Papua Itu Kita yang terdiri dari masyarakat sipil dan pekerja
kemanusiaan mendatangi kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (26/2).
Bernard Agapa, dalam orasinya sebelum
“Kita menuntut, Komnas HAM harus melaporkan hasil penyelidikannya, sudah sampai mana mereka coba untuk ungkap pelaku kejahatan kemanusiaan itu,” kata Bernard di halaman Komnas HAM, Kamis.
masuk ruang pertemuan
mengatakan, kasus Biak Berdarah pernah ditangani oleh Komnas HAM. Namun,
hingga saat ini, belum ada hasil laporan dari tim investigasi lembaga
negara ini.“Kita menuntut, Komnas HAM harus melaporkan hasil penyelidikannya, sudah sampai mana mereka coba untuk ungkap pelaku kejahatan kemanusiaan itu,” kata Bernard di halaman Komnas HAM, Kamis.
Koordintor Papua Itu Kita, Zely Ariane, mengatakan, belasan tahun
lalu sudah ada tim yang dipimpin Sekjen Clementino dos Reis Amara,
bertugas menyelidiki kasus tersebut, “namun tidak sampai menghasilkan
laporan penyelidikan dan rekomendasi penyelesaiannya,” kata Zely.
Zely mengatakan, masyarakat sipil Internasional telah mengadakan
Citizen Tribunal untuk Biak di Universitas Sydney, Australia saat
peringatan 15 tahun peristiwa Biak Berdarah pada 2013. Hasil tribunal
yang terdiri dari tiga point itu disebut sebagai dasar tuntutan dalam
aksi ini.
Pertama, pada 6 Juli 1998, demo damai di Biak diserang oleh pasukan
gabungan TNI dan Polisi di bawah kendali pemerintah yang mengakibatkan
jatuhnya korban meninggal, luka dan penahanan terhadap massa pendemo
yang melibatkan TNI, Polisi dan Angkatan Laut.
Kedua, puluhan orang, termasuk anak-anak, disiksa dan dimutilasi.
Dan, ketiga, pemerintah telah berupaya untuk mengesampingkan bobot
pelanggaran yang dilakukan oleh aparat keamanan, karena tidak ada proses
penuntutan apapun terhadap pelaku kejahatan kemanusiaan.
Laporan Papua Itu Kita menyebutkan, kasus Biak berdarah bermula saat
masyarakat melakukan demonstrasi dengan menduduki menuntut pengembalian
tanah adat yang telah dikapling perusahaan.
Demonstran dibubarkan aparat keamanan yang terdiri dari polisi dan
TNI. Pembubaran paksa aksi itu menyebabkan delapan orang meninggal,
penghilangan paksa (3), penangkapan 150 orang, salah satunya Filep
Karma, tahanan politik yang dijatuhi hukuman penjara 15 tahun. Kemudian,
sebanyak 32 orang ditemukan tewas di perairan Pasifik sekitar Papua
Nugini.
Kemudian, pasca aksi, penangkapan sewenang-wenang juga dilakukan terhadap 33 orang lainnya.
“Karena itu, kami serukan Komnas HAM supaya membuka kembali kasus Biak Berdarah 1998 dan membentuk tim penyelidik yang sesuai ketentuan UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM,” ucap Zely.
“Karena itu, kami serukan Komnas HAM supaya membuka kembali kasus Biak Berdarah 1998 dan membentuk tim penyelidik yang sesuai ketentuan UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM,” ucap Zely.
Menanggapi permintaan Papua Itu Kita, Meneger Nasution dari Komnas
HAM mengatakan, pihaknya akan akan membawa laporan tersebut untuk
dibahas dalam sidang paripurna bulan depan.
“Saya akan bawa lagi ke paripurna pada 3-4 Maret, untuk di tindak. Khusus untuk kasus Biak,” kata Meneger di ruang pengajuan Komnas HAM. (Yuliana Lantipo)
“Saya akan bawa lagi ke paripurna pada 3-4 Maret, untuk di tindak. Khusus untuk kasus Biak,” kata Meneger di ruang pengajuan Komnas HAM. (Yuliana Lantipo)
COMMENTS